CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Minggu, 30 November 2014

Pembuatan pereaksi kimia air

PROSEDUR PEMBUATAN PEREAKSI KIMIA AIR
HHR : 
Prosedur Pembuatan pereaksi Kimia Air
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgZoZeBmxsoZaIKU7nfj6UNjwi1ILKXfVru8iMVtmbyZlXSulRlhimuxV4LHWbNYtMUJZUY3dr47_uD4A987xsbExxdqBLE4WcEoejo9tNgb3DdS1NkJVVVBix-LBmQZTd7NDQp93Mki9jV/s1600/images.jpeg
Parameter fisika:
Bau, Warna, Rasa
pH
DHL
Turbiditas
Temperatur

Analisis Padatan :
• TS
• TDS
• TSS

Kesadahan :
• Total
• Tetap & Sementara
• Ca & Mg

Ion Klorida
Zat Organik
Ion logam :
• Mn
• Fe

Analisis Nitrogen :
• NH4+ Bebas
• NH4+ Proteid
• NO3-
• NO2-

Analisis Oksigen dalam air :
• DO
• COD

                                                      PROSEDUR PEMBUATAN PEREAKSI


1. Pembuatan Larutan Standar

a. Pembuatan Larutan Standar NH4+ 100 ppm
Prosedur :
1. Sebanyak + 0,2972 g NH4Cl dilarutkan dengan Aqua DM hingga volume 1L, larutan tersebut mengandung 100 ppm NH4+

b. Pembuatan Larutan Standar NO2- 100 ppm
Prosedur :
1. Sebanyak + 0,2463 g NaNO2 kering dilarutkan dengan Aqua DM bebas NO2- hingga volume 1L, kemudian ditambah 1 mL kloroform, larutan tersebut mengandung 100 ppm NO2-

c. Pembuatan Larutan NaOH + 0,1 N
Prosedur :
1. Sebanyak + 4,2 g NaOH padat ditimbang
2. NaOH tersebut kemudian dilarutkan dengan Aqua DM bebas CO2 hingga volume 1 L
3. Larutan kemudian didiamkan semalam sebelum dipergunakan
4. Larutan tersebut dipindahkan kedalam botol reagent plastik
5. Kemudian larutan dihomogenkan dan diberi label

d. Pembuatan Larutan HCl + 0,1 N
Prosedur :
1. Sebanyak + 8,85 mL HCl pekat diukur dengan gelas ukur
2. Kemudian HCl pekat tersebut diencerkan dengan Aqua DM hingga volume 1 L
3. Larutan tersebut dipindahkan kedalam botol reagent
4. Kemudian larutan dihomogenkan dan diberi label

e. Pembuatan Larutan Standar Fe3+ 100 ppm
Prosedur :
1. Sebanyak + 0,8600 g Fe(NH4(SO4)2).12H2O dilarutkan dengan Aqua DM dalam Labu Ukur 1 L dengan penambahan 25 mL H2SO4 pekat sebelum tanda batas, larutan tersebut mengandung 100 ppm Fe3+

f. Pembuatan Larutan Standar MnO4- 100 ppm
Larutan KMnO4 0,0105 N setara dengan larutan Mn2+ 115,5 ppm, sehingga dapat dipergunakan sebagai standar

g. Pembuatan Larutan EDTA + 0,01 M
Prosedur :
1. Sebanyak + 3,72 g garam Na-EDTA dihidrat ditimbang
2. Kemudian dilarutkan dalam Aqua DM hingga volume 1 L
3. Larutan tersebut dipindahkan kedalam botol reagent
4. Kemudian larutan dihomogenkan dan diberi label

h. Pembuatan Larutan AgNO3 + 0,025 N
Prosedur :
1. Sebanyak + 4,25 g AgNO3 padat ditimbang
2. Kemudian dilarutkan dalam Aqua DM bebas klorida hingga volume 1 L
3. Larutan tersebut dipindahkan kedalam botol reagent gelap
4. Kemudian larutan dihomogenkan dan diberi label

i. Pembuatan Larutan KMnO4 + 0,01 N
Prosedur :
1. Sebanyak + 0,316 g KMnO4 padat ditimbang dengan neraca teknis
2. Kemudian dilarutkan dalam 1000 mL Aqua DM
3. Larutan tersebut kemudian dididihkan selama 1 jam
4. Kemudian volume larutan ditepatkan kembali dengan Aqua DM bebas zat Organik
5. Larutan tersebut dipindahlan kedalam botol reagent gelap
6. Kemudian, larutan dihomogenkan dan diberi label
7. Setelahnya, larutan didiamkan selama 3 malam
8. Larutan kemudian disaring dengan kaca masir secara kuantitatif

j. Pembuatan Larutan H2C2O4 + 0,01 N Sebagai Standar Primer
Prosedur :
1. H2C2O4 padat murni ditimbang sebanyak + 0,1575 g pada neraca Analitis
2. Kemudian padatan H2C2O4 tersebut dilarutkan kedalam labu ukur 250 mL
3. Larutan kemudian diencerkan dengan Aqua DM hingga tanda batas
4. Lalu, larutan dihomogenkan dan dipindahkan kedalam botol
reagent kemudian diberi label

k. Pembuatan Larutan Na2S2O3 + 0,025 N
Prosedur :
1. Sebanyak + 6,25 g Na2S2O3.5H2O padat ditimbang dengan neraca teknis
2. Kemudian dilarutkan dalam Aqua DM bebas O2 dan CO2
3. Larutan ini kemudian diencerkan hingga volumenya mencapai 1 Ldengan menggunakan Aqua DM bebas O2 dan CO2
4. Larutan ini lalu dipindahkan kedalam sebuah botol reagent gelap
5. Kedalam larutan tersebut, ditambahkan 0,1 g Na2CO3
6. Kemudian larutan dihomogenkan dan diberi label
7. Setelahnya, larutan ini didiamkan selama 1 malam
8. Larutan kemudian disaring dengan kertas saring untuk memisahkan larutan dari pengotor – pengotor yang ada

l. Pembuatan Larutan K2Cr2O7 + 0,1 N Sebagai Standar Prime
Prosedur :
1. K2Cr2O7 padat yang kering dan murni ditimbang sebanyak + 1,225 g pada neraca Analitis
2. Kemudian padatan K2Cr2O7 tersebut dilarutkan kedalam labu ukur 250 mL
3. Larutan kemudian diencerkan dengan Aqua DM hingga tanda batas
4. Lalu, larutan dihomogenkan dan dipindahkan kedalam botol reagent kemudian diberi label

m. Pembuatan Larutan FAS + 0,1 N Sebgai Standar Primer
Prosedur :
1. Sebanyak 9,8 g Ferro Ammonium Sulfat ( (NH4)2SO4.FeSO4.6H2O) p.a ditimbang dengan neraca analitis
2. Kemudian padatan FAS tersebut dilarutkan kedalam labu ukur 250 mL dengan Aqua DM bebas O2 serta H2SO4 4 N
3. Larutan kemudian diencerkan hingga tanda batas
4. Lalu, larutan dihomogenkan dan dipindahkan kedalam botol reagent kemudian diberi label


2.Pembuatan Pereaksi

a.Pembuatan Larutan Pereaksi Nessler
Prosedur :
1. Sebanyak 100 g HgI2 dan 70 g KI dilarutkan dalam 100 mL air bebas NH4+
2. Selain itu, sebanyak 160 g NaOH dilarutkan dalam 500 mL air
3. Kedua larutan tersebut kemudian dicampurkan dan kemudian diencerkan hingga volume 1 L
4. Larutan disimpan dalam botol reagent gelap

b. Pembuatan Larutan Garam Seignette
Prosedur :
1. Sebanyak 100 g garam Rochelle ( K-Na-Tartrat ) dilarutkan dalam 100 mL air
2. Larutan kemudian dididihkan hingga bebas NH4+
3. Kedalam larutan tersebut kemudian ditambahkan 200 mL air bebas NH4+
4. Larutan tersebut dipindahkan kedalam botol reagent
5. Kemudian larutan dihomogenkan dan diberi label

c. Persiapan Larutan HCl pekat
Asam Klorida pekat biasanya dijual secara komersil, dan merupakan larutan seperti air dengan bau khas dan berasap karena adanya penguapan gas Hidrogen Klorida. Berat jenisnya kira – kira 1,19 g/mL dan mengandung 36 % ( w/w ) HCl dengan konsentrasi kira -kira 11,7 M.

d. Pembuatan Larutan NaOH 25 %
Prosedur :
1. Sebanyak + 250 g NaOH padat ditimbang
2. NaOH tersebut kemudian dilarutkan dengan Aqua DM bebas CO2 hingga volume 1 L
3. Larutan kemudian didiamkan semalam sebelum dipergunakan
4. Larutan tersebut dipindahkan kedalam botol reagent plastik
5. Kemudian larutan dihomogenkan dan diberi label

e. Pembuatan Larutan NaOH 3 N
Prosedur :
1. Sebanyak + 120 g NaOH padat ditimbang
2. NaOH tersebut kemudian dilarutkan dengan Aqua DM bebas CO2 hingga volume 1 L
3. Larutan kemudian didiamkan semalam sebelum dipergunakan
4. Larutan tersebut dipindahkan kedalam botol reagent plastik
5. Kemudian larutan dihomogenkan dan diberi label

f. Pembuatan Larutan H2SO4 4
Prosedur :
1. Sebanyak 1000 mL Aqua DM diukur dengan menggunakan gelas ukur, lalu sebanyak 500 mL Aqua DM tersebut dimasukan kedalam sebuah gelas kimia
2. Kemudian, ditambahkan sebanyak 125 mL larutan H2SO4 pekat kedalam botol reagent berisi Aqua DM secara perlahan sambil diaduk
3. Larutan kemudian didinginkan pada suhu kamar
4. Larutan yang telah mendingin kemudian dipindahkan kedalam botol reagent
5. Sisa Aqua DM didalam gelas ukur kemudian dimasukan kedalam botol reagent berisi larutan H2SO4
6. Kemudian larutan dihomogenkan dan diberi label

g. Pembuatan Larutan H2SO4 6 N
Prosedur :
1. Sebanyak 1000 mL Aqua DM diukur dengan menggunakan gelas
ukur, lalu sebanyak 500 mL Aqua DM tersebut dimasukan
kedalam sebuah gelas kimia
2. Kemudian, ditambahkan sebanyak 168 mL larutan H2SO4 pekat
kedalam botol reagent berisi Aqua DM secara perlahan sambil
diaduk
3. Larutan kemudian didinginkan pada suhu kamar
4. Larutan yang telah mendingin kemudian dipindahkan kedalam
botol reagent
5. Sisa Aqua DM didalam gelas ukur kemudian dimasukan kedalam
botol reagent berisi larutan H2SO4
6. Kemudian larutan dihomogenkan dan diberi label

h. Persiapan Larutan H2SO4 pekat
Asam Sulfat pekat biasanya dijual secara komersil, dan merupakan larutan seperti minyak dan tidak berwarna. Berat jenisnya kira – kira 1,84 g/mL dan mengandung 98 % ( w/w ) H2SO4 dengan konsentrasi kira -kira 18 M.

i. Pembuatan Larutan HNO3 6 N
Prosedur :
1. Sebanyak 37,5 mL HNO3 pekat diukur dengan gelas ukur
2. HNO3 pekat tersebut kemudian diencerkan dengan 50 mL Aqua DM
3. Larutan tersebut dipindahkan kedalam botol reagent
4. Kemudian larutan dihomogenkan dan diberi label

j. Pembuatan Larutan HNO3 8 N
Prosedur :
1. Sebanyak 50 mL HNO3 pekat diukur dengan gelas ukur
2. HNO3 pekat tersebut kemudian diencerkan dengan 50 mL Aqua DM
3. Larutan tersebut dipindahkan kedalam botol reagent
4. Kemudian larutan dihomogenkan dan diberi label

k. Pembuatan Larutan AgNO3 5 %
Prosedur :
1. Sebanyak 5 g AgNO3 padat ditimbang
2. Kemudian dilarutkan dalam Aqua DM bebas klorida hingga volume 100 mL
3. Larutan tersebut dipindahkan kedalam botol reagent gelap
4. Kemudian larutan dihomogenkan dan diberi label

l. Pembuatan Air Brom Jenuh
Prosedur :
1. Sebanyak 4 g ( atau 1 mL ) Brom cair ditambahkan kedalam 100
mL Aqua DM
2. Brom yang ditambahkan berlebih, dengan adanya Brom yang tak
3. melarut dan tertinggal pada dasar campuran

m. Pembuatan Larutan KSCN 20 %
Prosedur :
1. Sebanyak 20 g KSCN padat ditimbang
2. Kemudian dilarutkan dalam Aqua DM hingga volume 100 mL
3. Larutan tersebut dipindahkan kedalam botol reagent
4. Kemudian larutan dihomogenkan dan diberi label

n. Pembuatan Larutan Buffer pH 10 Mg-EDTA
Prosedur :
1. Sebanyak 1,179 g garam Na-EDTA dan 0,780 g MgSO4.7H2O dilarutkan dalam 50 mL
2. Larutan ini kemudian diencerkan kedalam Labu Ukur 250 mL yang berisi 16,9 g NH4Cl dan 143 mL NH4OH pekat
3. Larutan disimpan dalam botol reagent plastik bertutup rapat

o. Pembuatan Larutan MnSO4
Prosedur :
1. Sebanyak 400 g MnSO4.2H2O padat ditimbang
2. Kemudian dilarutkan dalam Aqua DM hingga volume 1 L
3. Larutan tersebut dipindahkan kedalam botol reagent
4. Kemudian larutan dihomogenkan dan diberi label

p. Pembuatan Larutan Alkali – Iodida – Azida
Prosedur :
1. Sebanyak 700 g KOH dilarutkan dalam sedikit air
2. Selain itu, sebanyak 150 g KI dilarutkan pula dalam air
3. Kedua larutan tersebut kemudian dicampurkan dan kemudian diencerkan hingga volume 1 L
4. Kedalam setiap 40 mL larutan tersebut ditambahkan 10 g NaN3
5. Larutan disimpan dalam botol reagent gelap

q. Pembuatan Larutan Indikator Phenolphtalein 0,1 %
Prosedur :
1. Sebanyak 0,1 g Phenolphtakein padat ditimbang
2. Kemudian dilarutkan dalam 100 mL Alkohol 70 %
3. Larutan tersebut dipindahkan kedalam botol reagent
4. Kemudian larutan dihomogenkan dan diberi label

r. Pembuatan Larutan Indikator Metil Jingga 0,1 %
Prosedur :
1. Sebanyak 0,1 g Metil Jingga padat ditimbang
2. Kemudian dilarutkan dalam 100 mL Aqua DM
3. Larutan tersebut dipindahkan kedalam botol reagent
4. Kemudian larutan dihomogenkan dan diberi label

s. Pembuatan Indikator EBT 1 %
Prosedur :
1. Sebanyak 0,5 g EBT digerus bersama dengan 50 g NaCl p.a dalam sebuah mortar hingga diperoleh campuran yang homogen

t. Pembuatan Indikator Murexyde 1 %
Prosedur :
1. Sebanyak 0,5 g Murexyde digerus bersama dengan 50 g NaCl p.a dalam sebuah mortar hingga diperoleh campuran yang homogen

u. Pembuatan Larutan Indikator K2CrO4 5 %
Prosedur :
1. Sebanyak 10 g K2CrO4 padat ditimbang
2. Kemudian dilarutkan dalam 100 mL Aqua DM
3. Larutan tersebut dipindahkan kedalam botol reagent
4. Kemudian larutan dihomogenkan dan diberi label
v. Pembuatan Larutan Indikator Amylum 0,2 %
Prosedur :
1. Sebanyak 1 g tepung kanji disusupensikan dalam 25 mL air
2. Kemudian larutan ini dituangkan kedalam 500 mL air yang baru
3. saja berhenti mendidih
4. Larutan diaduk dan dibiarkan mendingin sampai larutan menjadi
5. jernih
6. Larutan tersebut dipindahkan kedalam botol reagent
7. Kemudian larutan dihomogenkan dan diberi label

w. Pembuatan Larutan Indikator Ferroin 0,1 %
Prosedur :
1. Sebanyak 1,485 g o-phenantrolin monohidrat ( C12H8N2.H2O ) dan 0,695 g FeSO4.7H2O dilarutkan dalam Aqua DM
2. larutan tersebut kemudian diencerkan hingga volume 100 mL
3. Larutan tersebut dipindahkan kedalam botol reagent
4. Kemudian larutan dihomogenkan dan diberi label

x. Pembuatan Pereaksi Griez – Romyn
Prosedur :
-Naftilamin, digerus bersama dengan 10 g Asam Sulfonil dan 89 g Asam Tartrat dalam mortar hingga diperoleh campuran yang homogena1. Sebanyak 1 g

Prosedur pembuatan indikator

PEMBUATAN LARUTAN INDIKATOR

Pembuatan Larutan Indikator
Indikator
Cara Membuat
Fenol Merah (Phenol Red)
Larutkan 0,05 g indikator dalam 2,85 ml 0,05 N NaOH dan 5 ml etanol 90% dengan pemanasan.
Bila pelarutan telah selesai, encerkan dengan etanol 20%(v/v) sampai 250 ml
Fenolftalein (Phenolptalein)
Larutkan 0,1 g indikator dalam 100 ml etanol 95%(v/v)
Timol Biru (thymol Blue)
Panaskan 0,1 g indikator dengan 4,3 ml 0,05N NaOH dan 5 ml NaOH 95% (v/v).
Bila pelarutan telah selesai, encerkan dengan etanol 20%(v/v) sampai 250 ml
Metil merah (Methyl Red)
Panaskan 25 mg indikator dengan 0,95 ml NaOH 0,05N dan 5 ml etanol 95%.
Bila pelarutan telah selesai, encerkan dengan etanol 50%(v/v) sampai 250 ml
Bromtimol Biru (Bromthymol Blue)
Panaskan 0,1 gr indikator dengan 5 ml etanol 95% (v/v) dan 1,6 ml NaOH 0,1 N.
Bila pelarutan telah selesai, encerkan dengan etanol 20%(v/v) sampai 250 ml
Eriochrome Black T
Larutkan 0,5 gr indikator dalam 100 ml alkohol.
Larutan akan awet selama 1 1/2 bulan
Dimetil glioksim (dimethylglyoxime)
Larutkan 10 gr indikator dalam 1 % etanol 95%.
Hasil terbaik diperoleh jika 10 ml indikator 1% nikel.
Amilum (starch, soluble)
Buat dispersi 2 gr alumunium dengan 25 ml air.
Tuangkan dispersi tersebur dengan perlahan-lahan kedalam 500 ml air yang mendidih.
teruskan pendidihan selama 1 - 2 menit.
Tambahkan 1 gr asam borat sebagai pengawet.
masukkan ke dalam botol dan tutup rapat

Spektrofometri Paracetamol

Penentuan Kadar Parasetamol
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Tujuan
1.        Tujuan Umum
                               Mahasiswa mampu melakukan penetapan kadar parasetamol dalam tablet menggunakan spektrofotometri uv-vis
2.        Tujuan Khusus
a.    Dapat membuat kurva hubungan konsentrasi parasetamol dan absorbansi pada panjang gelombang maksimum.
b.    Dapat membuat persamaan regresi linier.
c.    Dapat menentukan kadar parasetamol dalam tablet dengan spektrofotometri UV-Vis dengan kurva kalibrasi regreasi dan persamaan garis regresi linier

II. Latar Belakang
                        Panas tinggi atau demam adalah suatu kondisi saat suhu badan lebih tinggi daripada biasanya atau diatas suhu normal. Umumnya terjadi ketika seseorang mengalami gangguan kesehatan. Suhu normal manusia berkisar antara 36-370 C. Demam merupakan bentuk pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dengan mengeluarkan zat antibodi. Pengeluaran zat antibodi yang lebih banyak daripada biasanya ini diikuti dengan naiknya suhu (Widjaja, 2001).
                        Parasetamol atau asetaminofen adalah obat yang dapat digunakan untuk meredakan demam. Selain itu Parasetamol juga dapat digunaan untuk melegakan sakit kepala, sengal-sengal dan sakit ringan. Digunakan dalam sebagian besar resep obat analgesik salesma dan flu. Parasetamol aman dan dapat memberikan efek bila diberikan dalam dosis standar, tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak sengaja sering terjadi.
                       
                        Untuk mengetahui seberapa kandungan atau jumlah zat paracetamol dalam suatu obat, maka perlu dilakukan penetapan kadar parasetamol dalam tablet dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis.


BAB V
PEMBAHASAN

5.1.  Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N
Natrium hidroksida  juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium Hidroksida terbentuk dari oksida basa Natrium Oksida dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Dalam kegiatan praktikum penentuan kadar parasetamol dalam sampel tablet, NaOH difungsikan sebagai pelarut untuk melarutkan sampel parasetamol. Dalam kegiatan praktikum, larutan NaOH yang dibuat memiliki konsentrasi 0,1 N, dimana prosedur pembuatannya adalah dengan melarutkan 4 gram NaOH padat yang kemudian dilarutkan dalam 1000 mL aquades atau air suling bebas CO2. Penggunaan air suling bebas CO2 dimaksudkan untuk menghindari terjadinya reaksi antara NaOH dengan CO2 yang dapat membentuk senyawa (Na2CO3 2 NaOH + CO2 → Na2CO3 + H2O) yang dapat menjadi pengotor dalam proses analisis parasetamol.

5.2. Pembuatan Larutan Stok Baku Parasetamol
Parasetamol atau asetaminen adalah obat analgesik dan antipiretik yang populer dan digunakan untuk melegakan sakit kepala, sengal-sengal dan sakit ringan, serta demam. Digunakan dalam sebagian besar resep obat analgesik selesma dan flu. Berbeda dengan obat analgesik yang lain seperti aspirin dan ibuprofen, parasetamol tak memiliki sifat antiradang. Jadi parasetamol tidak tergolong dalam obat jenis NSAID. Dalam dosis normal, parasetamol tidak menyakiti permukaan dalam perut atau mengganggu gumpalan darahginjal, atau duktus arteriosus pada janin.
Dalam kegiatan praktikum penentuan parasetamol , terlebih dahulu disiapkan larutan stok baku, yaitu larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara pasti dan digunakan sebagai larutan induk. Pembuatan larutan stok baku parasetamol dibuat dengan cara melarutkan 1 mg parasetamol kedalam 100 mL NaOH 1 N sehingga didapatkan kadar 0,01 mg/ml. Namun, dalam kegiatan praktikum didapatkan kendala dalam proses penimbangan dimana batas deteksi neraca yang digunakan adalah 10 mg , sehingga perlu dilakukan pengenceran 10 mg parasetamol dalam 10 mL NaOH atau dengan konsentrasi 1mg/mL (1000µg/mL), untuk mendapatkan larutan dengan kadar 10µg/mL maka dari larutan dengan konsentrasi 1000µg/mL dilakukan pemipetan sebanyak 1 ml dan ditambahkan NaOH hingga didapatkan volume 100 mL  sehingga didapatkan kadar larutan stok baku sebesar 10µg/mL atau 0,01 mg/mL.

5.3 Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Parasetamol
Pada umumnya analisa kuantitatif yang menggunakan instrument spektrofotometer membutuhkan penentuan panjang gelombang maksimum, dimana panjang gelombang maksimum merupakan panjang gelombang yang memberikan absorbansi maksimal terhadap kompleks warna yang terbentuk dari analit. Penentuan panjang gelombang maksimal dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu. Dalam kegiatan praktikum penentuan panjang gelombang maksimal , terlebih dahulu diasumsikan absorban larutan adalah pada 0,434, sehingga dapat ditentukan konsentrasi larutan yang akan dibuat dengan menggunakan persamaan lambert – beer yang mana didapatkan konsentrasi larutan yang dapat memberikan absorbansi 0,434 adalah 6,07 µg/mL. sehingga dari larutan stok baku yang dibuat dilakukan pemipetan sebanyak 6,07 mL yang selanjutnya dilarutkan dengan NaOH hingga volume 10 mL yang kemudian diukur dengan panjang gelombang 220 – 300 nm dan didapatkan panjang gelombang maksimum pada 256 nm, sehingga dalam penentuan kadar parasetamol digunakan panjang gelombang tersebut. Menurut teori, panjang gelombang maksimum untuk parasetamol adalah 257, namun karena pada praktikum ini rentang panjang gelombang yang digunakan adalah 3, maka panjang gelombang 256 bisa digunakan karena mendekati nilai tersebut. Jika dilihat dalam table absorbansi panjang gelombang maksimum, absorbansi tertinggi diperoleh pada panjang gelombang 220 nm, namun nilai ini tidak digunakan karena pada panjang gelombang tersebut, larutan yang dideteksi tidak hanya parasetamol, namun jg pengotor pada larutan, sehingga bukan merupakan hasil absorbansi murni larutan. Penggunaan panjang gelombang maksimal dalam analisa kuantitatif dengan spektrofotometer merupakan hal yang penting, hal ini dikarenakan :
a.       Pada panjang gelombang maksimal, kepekaanya juga maksimal karena pada panjang gelombang maksimal tersebut perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar.
b.      Di sekitar panjang gelombang maksimal bentuk kurva absorbansi datar , dan pada kondisi tersebut hokum Lambert – Beer akan terpenuhi
c.       Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali ketika digunakan panjang gelombang maksimal.

5.4 Ekstraksi Dan Penetapan Kadar Parasetamol dari Tablet
Proses preparasi diawali dengan penimbangan bobot tablet paracetamol sebanyak 20 tablet,dimana penggunaan satu tablet parasetamol belum dapat mewakili kadar parasetamol pada sebagian besar tablet karena tidak pasti antara satu tablet dengan tablet yang lain mengandung jumlah parasetamol yang sama sehingga parasetamol yang ditimbang adalah sebanyak 20 tablet. Berat total dari 20 tablet adalah sebanyak 13,5171 gram. Tablet yang telah ditimbang tersebut digerus hingga homogen. Kemudian ditimbang sebanyak 50 mg dan dilarutkan dengan 100 ml NaOH 0.1 N dalam labu ukur lalu dikocok atau dihomogenkan selama 10 menit untuk mengoptimalkan proses pelarutan paracetamol dengan NaOH 0.1 N. Larutan paracetamol hasil ekstraksi disaring dan dipipet sebanyak 5 ml kemudian diencerkan dengan NaOH 0,1 N dalam labu ukur 250 ml sampai tanda batas. Dalam praktikum ini dibuat 2 sampel dengan cara pengerjaan yang sama dalam sampel parasetamol yang sama sehingga mendapat dua data hasil pengukuran. .Larutan sampel parasetamol diukur absorbansinya pada panjang gelombang 256 nm dan diperoleh hasil absorbansi:
1.                  sampel I           : 0,525
2.                  sampel II         : 0,526
Dari nilai absorbansi ini dapat dihitung kadar paracetamol dengan menggunakan persamaan regresi  linear yang diperoleh pada kurva kalibrasi larutan standar paracetamol.
5.5 Pembuatan Larutan Standar Untuk UJi Linierritas
Didalam membuat kurva standar perlu dibuat beberapa konsentrasi larutan dari larutan stok baku parasetamol 0,01 mg/ml. Menurut Gandjar dan Rohman dalam bukunya yang berjudul Kimia Farmasi Analisis dicantumkan bahwa rentang absorbansi yang memberikan kesalah terkecil pada metode validasi adalah 0,2 – 0,8 A. Oleh sebab itulah dalam pembuatan kurva standar ini digunakan beberapa konsentrasi yang memberikan rentang absorbansi antara 0,2 sampai 0,8 A.  Dan setelah diketahui bahwa rentang absorbansi yang memberikan kesalah terkecil adalah 0,2 – 0,8 A. Dimana, didalam pembuatan larutan ini, digunakan NaOH dengan konsentrasi 0,01 N.
Setelah diketahui bahwa absorbansi maksimumnya 0,8 dan minimumnya 0,2 A, selanjutnya dihitung konsentrasi larutan yang harus dibuat dengan menggunakan rumus :  , dimana nilai A adalah absorbansi yang ingin dicapai,  bernilai 715 dan b adalah 1. Dari sini kita dapat menentukan konsentrasi berpakah dari absorbansi maksimum dan minimum.
Setelah dilakukan perhitungan, didapat bahwa absorbansi maksimum, didapat pada konsentrasi 0,011 mg/ml, sedangkan absorbansi minimum pada konsentrasi 0,0028 mg/ml. sehingga dari hasil ini didapat bahwa konsentrasi larutan standar yang dibuat adalah 0,0028 mg/ml, 0,004 mg/ml, 0,005 mg/ml, 0,006 mg/ml, 0,007 mg/ml, 0,008 mg/ml, 0,009 mg/ml dan 0,01 mg/ml.
Untuk membuat larutan tersebut dibuat dari larutan stok baku parasetamol 0,01 mg/ml dan diencerkan hingga volumenya menjadi 10 ml dengan menggunakan NaOH 0,1 N. Untuk mengetahui berapa jumlah NaOH yang dipipet, digunakanlah rumus pengenceran V1  x M1 = V2  x M2 . setelah didapat larutan standar dengan berbagai konsentrasi tersebut, selanjutnya dipindahkan masing – masing larutan
tersebut kedalam masing – masing botol vial dan diberi label sesuai konsentrasi larutan standar.

5.6 Pembuatan kurva Kalibrasi
Pembuatan kurva kalibrasi atau kurva standar bertujuan untuk mengetahui linieritas hubungan antara konsentrasi larutan standar dengan absorbansinya, sehingga praktikan tahu apakah langkah kerja yang dilakukan telah sesuai atau tidak. Agar memperoleh hasil akurat dalam penentuan absorbansi parasetamol pada sampel. Didalam pembuatan kurva kalibrasi, digunakanlah hasil pengukuran absorbansi dari masing – masing larutan standar yang telah dibuat dengan menggunakan spektrofotometer Merck SHIMADZU Uv mini-1240, pada panjang gelombang maksimum, yaitu 256 nm. Didalam pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer ini, digunakan kuvet yang terbuat dari kuarsa yang berbentuk persegi panjang. Dimana kuvet ini merupakan kuvet yang paling bagus untuk pengukuran absorbansi.
Didalam pengukuran absorbansi ini, perlu dilakukan pembilasan pada kuvet dengan larutan yang akan diukur dan pastikan bagian kuvet yang berwarna bening bersih dengan Tissue kering dan jangan sampai tersentuh dengan tangan. Karena hal tersebut dapat mempengaruhi absorbansi.
Setelah didapat absorbansi dari masing – masing konsentrai larutan, dilakukan pembuatan kurva dengan memplot antara konsntrasi ( sumbu x) dan absorbansi sampel ( sumbu y), lalu titik tersebut dihubungkan dengan garis lurus. Selanjutnya ditentukan kelinieritasnya dengan menggunakan koefisien korelasi. Dimana kurva tersebut dapat dikatakan linear, jika nilai koefisien korelasinya mendekati satu (1).
Dan setelah diplot dalam kurva, didapat hasil bahwa kurvanya hamper linier, dimana koefisien korelasinya mendekati satu, namun garis yang terbentuk tidak lurus. Penyimpangan dari garis lurus ini dapat disebabkan oleh adanya kekuatan ion yang tinggi, perubahan suhu, serta reaksi ikutan yang terjadi. Setelah data absorbansi dan konsentrasi dimasukkan dalam persamaan garis linier, diperoleh kurva yang membentuk garis lurus, dimana menyatakan bahwa kurva standar yang dibuat telah linier atau hubungan antara konsentrasi dan absorbansi sudah linier.

Hal – hal yang harus diperhatikan
Didalam praktikum kali ini, ada beberapa hal yang hendaknya perlu diperhatikan, agar hasil yang didapat merupakan kondisi yang sesungguhnya dari sampel yang diperiksa , yaitu :
·         Haluskan sampel parasetamol dari 20 tablet secara sempurna, baru ditimbang sesuai kebutuhan, dengan tujuan agar hasil yang dihasilkan representative.
·         Gunakan peralatan yang bersih, bebas dari pengotor atau kontaminan serta dipastikan benar – benar kering bila perlu dibilas terlebih dahulu dengan larutan kerja
·         Teliti didalam melakukan penimbangan maupun pemipetan
·         Gunakan kuvet yang bersih dan dibilas sebelumnya dengan larutan yang akan diukur absorbansinya
·         Beri label pada masing – masing larutan untuk mencegah terjadinya tertukarnya sampel.
·         Pastikan sktrofotometer yang digunakan telah dipanaskan sebelumnya untuk mengoptimalkan kerja alat itu sendiri.




BAB VI
SIMPULAN 

6.1 Simpulan
1.      Pada praktikum ini hubungan konsentrasi dan absorbansi parasetamol dinyatakan dalam bentuk kurva, dimana diperoleh garis lurus yang menyatakan hubungan linier antara konsentrasi parasetamol dan absorbansi pada panjang gelombang maksimum, yaitu 256 nm.
2.      Persamaan regresi yang diperoleh pada praktikum ini berdasarkan Hukum Lambert-Beer adalah y = 51,32x – 0,00865.
3.      Kadar parasetamol pada sampel yang diperiksa pada praktikum ini adalah 0,01040 mg/ml. hasil ini diperoleh dengan menggunakan persamaan regresi diatas.

Titrasi Paracetamol

Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Paracetamol

Menggunakan Metode "Titrasi Nitrimetri"


I.       Tujuan
Melakukan identifikasi dan penetapan kadar senyawa paracetamol menggunakan metode titrasi nitrimetri.

II.       Prinsip
Nitrimetri merupakan metode penetapan kadar secara kuantitatif dengan menggunakan larutan baku natrium nitrit. Metode ini didasarkan pada reaksi diazotasi yakni reaksi antara amina aromatic primer dengan asam nitrit dalam suasana asam membentuk garam diazonium (Zulfikar, 2010).

III.    Reaksi
-         Reaksi warna dengan FeCl3
Ar-OH (Fenol) + Fe3+ (logam besi3) àFe3+ [Ar-OH]
(kompleks Fenol-Fe3+) biru violet
-         Pembakuan NaNO2 dengan asam sulfanilat
-         Penetapan Kadar Parasetamol
NaNO2 + HCl                  → NaCl + HNO2
Ar- NH2 + HNO2 + HCl → Ar-N2Cl + H2O 
KI +HCl             → KCl + HI
2 HI + 2 HONO → I2 + 2 NO + H2O
I2 + Kanji           → yod (biru) (Gandjar, 2007).
IV.     Teori Dasar
 Parasetamol merupakan zat aktif  pada obat yang banyak digunakan dan dimanfaatkan sebagai analgesik dan antipiretikParasetamol dimetabolisir oleh hati dan dikeluarkan melalui ginjal. Parasetamol tidak merangsang selaput lendir lambung atau menimbulkan pendarahan pada saluran cerna. Diduga mekanisme kerjanya adalah menghambat pembentukan prostaglandin. Obat ini digunakan untuk melenyapkan atau meredakan rasa nyeri dan menurunkan panas tubuh. Analisis parasetamol dilakukan untuk memastikan bahwa tablet parasetamol sesuai dengan kriteria yang tertera pada Farmakope Indonesia dan memastikan bahwa parasetamol dapat memberikan efek farmakologi yang diharapkan pada pasien (Ansel, 1989).

Monografi Parasetamol / Acetamiofen
Nama lain                N-acetyl-p-aminophenol / 4’-hidroksiasetanilida
Rumus Molekul      :  C8H9NO2
Berat Molekul           :  151,16
Struktur                 :
                   
Kandungan : 98%<n<101%
Pemerian               : Serbuk hablur putih tidak berbau dengan rasa pahit
Kelarutan               : Larut dalam air mendidih, Larut dalam natrium hidroksida
  1N, mudah larut dalam etanol.
Derajat Keasaman  : pH = 6 dan pKa = 9,51
Jarak Lebur            : Antara 168-172
Sisa Pemijaran        : Tidak lebih dari 0,1%
                                                              (Departemen Kesehatan RI, 1995).


Penetapan Kadar
Timbang saksama sejumlah serbuk tablet setara dengan 150 mg, tambahkan 50 ml natrium hidroksida 0,1 N, encerkan dengan 100 ml air, kocok selama 15 menit, tambahkan air secukupnya hingga 20,0 ml, campur, saring. Encerkan 10,0 ml filtrat dengan air secukupnya hingga 100,0 ml. Pada 10,0 ml, tambahkan 10 ml natrium hidroksida 0,1 N, encerkan dengan air secukupnya hingga 100,0 ml. Ukur serapan-1 cm larutan pada maksimum lebih kurang 257 nm. A(1%, 1 cm) pada maksimum lebih kurang 257 nm adalah 715 (Departemen Kesehatan RI, 1979).

Nitrimetri
Metode titrasi diazotasi disebut juga dengan nitrimetri yakni metode penetapan kadar secara kuantitatif dengan menggunakan larutan baku natrium nitrit. Metode ini didasarkan pada reaksi diazotasi yakni reaksi antara amina aromatik primer dengan asam nitrit dalam suasana asam membentuk garam diazonium (Zulfikar, 2010).
           Prinsipnya adalah reaksi diazotasi :
1.      Pembentukan garam diazonium dari gugus amin aromatik primer (amin aromatik sekuder dan gugus nitro aromatik),
2.      Pembentukan senyawa nitrosamine dari amin alifatik sekunder,
3.      Pembentukan senyawa azdari gugus hidrazida, dan
4.      Pemasukan gugus nitro yang jarang terjadi karena sulitnya nitrasi dengan menggunakan asam nitrit dalam suasana asam.
Contoh zat yang memiliki gugu amin aromatic primer misalnya benzokain, sulfa; yang mempunyai gugus amin alifatis  misalnya Na siklamat; yang memiliki gugus hidrazida misalnya INH; yang memiliki gugu amin aromatis sekunder adalah parasetamol, fenasetin, dan yang memiliki  gugus nitroaromatik adalah kloramfenikol(Syamsuni, 2007).
 Hal-hal yang harus diperhatikan dalam nitrimetri adalah :
a.   Suhu
Pada saat melakukan titrasi, suhu harus antara 5-150C. walaupun sebenarnya pembentukan garam diazonium berlangsung pada suhu yang lebih rendah yaitu 0-50C. pada temperature 5-150C digunakan KBr sebagai stabilisator. Titrasi tidak dapat dilakukan dalam suhu tinggi karena :
Ø      HNO2 yang terbentuk akan menguap pada suhu tinggi.
Ø      Garam diazonium yang terbentuk akan terurai menjadi fenol.
b.   Keasaman
Titrasi ini berlangsung pada PH + 2, hal ini dibutuhkan untuk :
1.      Mengubah NaNO2 menjadi HNO2-
2.      Pembentukan garam diazonium.
c.   Kecepatan reaksi
Reaksi diazotasi berlangsung lambat sekali, sehingga agar reaksi sempurna maka titrasi harus dilakukan perlahan-lahan dan dengan pengocokan yang kuat. Frekuensi tetesan pada awal titrasi kira-kira 1 ml/menit, lalu menjelang titik-titik akhir menjadi 2 tetes/menit (Zulfikar, 2010).
Pada titrasi diazotasi, penentuan titik akhir titrasi dapat menggunakan indicator luar, indicator dalam, dan secara potensiometri.
·        Indikator Luar
Indikator luar yang digunakan adalah pasta kanji-iodida atau dapat pula menggunakan kertas kanji-iodida. Ketika larutan digoreskan pada pasta atau kertas, adanya kelebihan asam nitrit akan mengoksidasi iodide menjadi iodium dan dengan adanya kanji-iodida ini peka terhadap kelebihan 0,05 – 0,10 ml natrium nitrit dalam 200 ml larutan. Titik akhir titrasi tercapai apabila pada penggoresan larutan yang dititrasi pada pasta kanji-iodida atau kertas kanji-iodida akan terbentuk warna biru segera sebab warna biru juga terbentuk beberapa saat setelah dibiarkan di udara. Hal ini disebabkan karena oksidasi iodide oleh udara (O2) menurut reaksi :
4 KI + 4 HCI + O2 à 2H2O + 212 + 4 KCI
               I2 Kanji à kanji iod (biru)
Untuk meyakinkan apakah benar-benar sudah terjadi titik akhir titrasi, maka pengujian seperti di atas dilakukan lagi setelah dua menit (Zulfikar, 2010).
·        Indikator Dalam
Indikator dalam terdiri atas campuran tropeolin OO dan metilen biru. Tropeolin OO merupakan indicator asam-basa yang berwarna merah dalam suasana asam dan berwarna kuning bila dioksidari oleh adanya kelebihan asam nitrit, sedangkan metilen biru sebagai pengkontras warna sehingga pada titik akhir titrasi akan terjadi perubahan dari ungu menjadi biru sampai hijau tergantung senyawa yang dititrasi (Zulfikar, 2010).
Pemakaian kedua indicator ini ternyata memiliki kekuarangan. Pada indicator luar harus dikerahui dulu perkiraan jumlah titran yang diperlukan, sebab kalau tidak tahu perkiraan jumlah titran yang dibutuhkan, maka sering melakukan pengujian apakah sudah tercapai titik akhir titrasi atau belum. Di samping itu, kalau sering melakukan pengujian, dikhawatirkan akan banyak larutan yang dititrasi (sampel) yang hilang pada saat pengujian titik akhir sementara itu pada pemakaian indicator dalam walaupun pelaksanaannya mudah tetapi seringkali untuk mengatasi hal ini, maka digunakan metode pengamatan titik akhir secara potensiomerti (Zulfikar, 2010).
Tirtasi diazotasi dapat digunakan untuk :
a)   Penetapan kadar senyawa-senyawa yang mempunyai gugus amin aromatis primer bebas seperti sulfamilamid.
b)   Penetapan kadar senyawa-senyawa yang mana gugus amin aromatic terikat dengan gugus lain seperti suksinil sulfatiazol, ftalil sulfatiazol dan parasetamol. Pada penetapan kadar senyawa yang mempunyai gugus aromatic yang terikat dengan gugus lain seperti suksinil sulfatiazol harus dihidrolisis lebih dahulu sehingga diperoleh gugus amin aromatis bebas untuk selanjutnya bereaksi dengan natrium nitrit dalam suasana asam membentuk garam diazonium
c)   Senyawa-senyawa yang mempunyai gugus nitro aromatis seperti kloramfenikol. Senyawa-senyawa nitro aromatis dapat ditetapkan kadarnya secara nitrimetri setelah direduksi terlebih dahulu untuk menghasilkan senyawa amin aromatis primer (Zulfikar, 2010).
Dalam farmakope Indonesia, titrasi diazotasi digunakan untuk menetapkan kadar: benzokain; primakuin fosfat dan sediaan tabletnya; prokain HCI; sulfasetamid; natrium sulfasetamid; sulfametazin; selfadoksin; sulfametoksazl; tetrakain; dan tetrakain SCI (Zulfikar, 2010).

V.        Alat dan Bahan
a. Alat
  1. Batang pengaduk
  2. Buret
  3. Corong gelas
  4. Gelas kimia 100 ml
  5. Gelas kimia 500 ml
  6. Gelas ukur 100 ml
  7. Kertas Perkamen
  8. Klem
  9. Labu Erlenmeyer
  10. Penangas Air
  11. Pipet tetes
  12. Pipet volumetrik
  13. Plat porselen
  14. Spatula
  15. Statif
  16. Tabung reaksi
  17. Termometer

b. Bahan
  1. Amilum
  2. Aquadest
  3. Asam klorida 37%
  4. Asam sulfanilat
  5. Es
  6. Ferri Klorida
  7. Kalium Iodida
  8. Natrium Nitrit
  9. Parasetamol

VI.     Prosedur

1.      Analisis Kualitatif :
a.      Uji Organoleptis
Sampel obat parasetamol diamati bentuk, warna, bau, dan rasanya.
b.      Uji Kelarutan
-         Di dalam air
Sampel parasetamol digerus halus, kemudian ditimbang 100 mg dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Lalu ditambah dengan air dan amati kelarutannya.
-         Di dalam etanol
Sampel parasetamol digerus halus, kemudian ditimbang 100 mg dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Lalu ditambah dengan etanol dan amati kelarutannya.
c.       Reaksi Warna
Reaksi parasetamol dengan feri klorida
Pertama, alat dan bahan disiapkan dengan baik. Sampel parasetamol digerus, ditimbang seksama sebanyak 100 mg. Lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dilarutkan dalam 10 ml aquadestLalu diteteskan larutan feri kloridaPerubahan warna yang diamati dan dicatat.

2.      Analisis Kuantitatif :
Persiapan reagen
·        Pembuatan larutan HCl 4 M
                  Pertama-tama, larutan HCl 37 % diambil sebanyak 197,4 ml, kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass lalu diencerkan 200 ml aquadest ke dalam beaker glass dan ditambahkan aquadest hingga 500 ml.
·        Pembuatan Indikator Pasta Kanji-Iodida
Kalium iodida sebanyak 750 mg dimasukkan dalam beaker glass dan dilarutkan dalam 5 ml air. Lalu campuran tersebut ditambahkan 100 ml air. Campuran larutan dipanaskan hingga mendidih, kemudian ditambahkan suspensi pati yang dibuat dengan melarutkan pati sebanyak 5 gram dalam 35 ml air. Lalu campuran larutan dididihkan selama 2 menit dan didinginkan sebelum digunakan.
·        Pembakuan Larutan NaNO2 dengan Indikator Luar
Asam sulfanilat ditimbang seksama lebih kurang 100 mg, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur. Natrium            bikarbonat sebanyak 50 mg dan sedikit air ditambahkan dan diaduk hingga larut. Kemudian diencerkan dengan aquadest sebanyak 100 ml air, ditambahkan 2,5 ml HCl 1 N. Campuran larutan dipipet sebanyak 10 ml ke dalam Erlenmeyer dan ditambah dengan 250 mg KBr lalu dititrasi pelan-pelan dengan natrium nitrit 0,1 M hingga setetes larutan memberi warna biru pada pasta kanji-iodida. Titrasi dianggap selesai jika titik akhir ditunjukkan lagi setelah larutan dibiarkan selama 2 menit.
·        Penetapan Kadar Parsetamol
Serbuk sampel parasetamol ditimbang seksama sebanyak 250 mg, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, ditambahkan 30 ml HCl 4 M, lalu direfluks selama 35 menit. Kemudian didinginkan dan ditambahkan 10 ml aqua dan 10 ml HCl pekat, dikocok dan didinginkan sampai suhu kurang dari 15°C, dititrasi dengan natrium nitrit 0,1 M. Titik akhir titrasi ditetapkan dengan  menggunakan pasta kanji iodida yeng telah dioleskan pada porselen. Titik akhir tercapai apabila terbentuk warna biru seketika ketika pertama kali digoreskan dan didiamkan selama 2 menit, dan digoreskan lagi akan memberikan warna biru.


VII.  Data Pengamatan
1.      Uji Kualitatif
a.      Uji Organoleptis
-         Bentuk       : serbuk halus
-         Warna        : putih
-         Bau            : tidak berbau
-         Rasa           : pahit

b.      Uji Kelarutan
Parasetamol larut dalam air dan etanol, dengan perbandingan :
Sampel PCT
Pelarut
Jumlah pelarut
Keterangan
100 mg
Air
7 ml
1 bagian PCT larut dalam 70 bagian air
100 mg
Etanol
1 ml
1 bagian PCT larut dalam 10 bagian air
Kelarutan parasetamol dalam air

Kelarutan parasetamol dalam etanol

c.       Reaksi Warna (dengan Feri Clorida)
No.
Perlakuan
Hasil pengamatan
1.

100 mg sampel + aquadest
(+) FeCl3
Larutan bening à larutan biru violet
Parasetamol + FeCl3 àKompleks berwarna biru violet


Reaksi sampel dengan feri klorida




2.      Uji Kuantitatif
Tabel Pembakuan NaNO2
V. Asam Sulfonilat
V. NaNO2
10 ml
0,7 ml
10 ml
0,8 ml
Rata - Rata
0,75 ml

  
Pembakuan larutan asam sulfanilat


Tabel Penentuan Kadar Parasetamol
V. Parasetamol
V. NaNO2
30 ml
9,65 ml
30 ml
11,5 ml
Rata – Rata
10,575 ml

Larutan sampel yang direfluks

 
Pendinginan sampel uji yang akan dititrasi

 
Hasil pengoresan pada pasta kanji

VIII.     Perhitungan

·  Pembuatan HCL 4 M
  

·    Pembakuan NaNO2

·  Perhitungan Kadar Parasetamol
                                  

IX.           Pembahasan
Praktikum kali ini bertujuan untuk melakukan identifikasi dan penetapan kadar senyawa parasetamol menggunakan metode titrasi nitrimetri. Untuk analisis kualitatif atau identifikasi digunakan uji organoleptis, uji kelarutan, dan reaksi warna dengan FeCl3Sedangkan untuk analisis kuantitatif atau penetapan kadar digunakan metode volumetri dengan titrasi nitrimetri,  
Uji organoleptis merupakan suatu uji pendahuluan yang sering sekali dilakukan karena prosedurnya sederhana. Uji organoleptis ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu zat terutama senyawa yang memiliki ciri khas dalam bentuk, warna, bau, dan rasa. Uji organoleptis ini dilakukan dengan cara mengamatai bentuk dan warna sampel parasetamol secara visual, mencium baunya dan megecap rasanya. Berdasarkan uji organoleptis, parasetamol memiliki bentuk serbuk halus, berwarna putih, tidak berbau, dan memiiki rasa pahit. Hal itu sesuai dengan ketentuan parasetamol dalam Farmakope Indonesia.
Uji kelarutan dilakuakan untuk mengetahui suatu senyawa bisa larut di dalam pelarut apa dan untuk mengetahui sifat kelarutan senyawa tersebut. Uji kelarutan untuk parasetamol dilakukan dalam dua pelarut yang berbeda yaitu air dalam alcohol. Tahapnya yaitu sampel parasetamol digerus halus terlebih dahulu hingga halus dan ukurannya homogen. Kemudian ditimbang seksama sebanyak 100 mg  dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Lalu sampel parasetamol tersebut ditambah dengan 7 ml air. Hasilnya, parasetamol larut dalam sejumlah air tertentu. Dalam hal ini, larut berarti terdispersi sempurna dalam zat yang melarutkan. Berdasarkan data tersebut dapat diartikan bahwa satu bagian parasetamol larut dalam 70 bagian air (1:70) sehingga dapat diketahui bahwa sifat kelarutannya yaitu parasetamol larut di dalam air. Tahap yang sama dilakukan untuk uji kelarutan parasetamol dalam etanol. Hasilnya yaitu 100 mg parasetamol larut dalam 1 ml etanol, artinya satu bagian parasetamol larut dalam 10 bagian (1:10) etanol sehingga dapat diketahu bahwa sifat paraseatamol adalah sangat mudah larut dalam etanol. Hal ini sesuai dengan literarut yaitu dalam Farmakope Indonesia. Sifat kelarutan suatu senyawa dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu :
Sangat mudah laru  t           : perbandingan 1:1
Mudah larut                        : perbandingan 1 : 10
Larut                                  : perbandingan 1 ; 100
Uji kualitatif selanjutnya yaitu reaksi warna menggunakan reagen FeCl3Tahapannya yaitu parasetamol digerus supaya homogen, kemudian ditimbang secara seksama sebanyak 100 mg menggunakan neraca digital. Penimbangan tersebut tidak harus terlalu akurat karena hanya mengidentifikasi, tidak menentukan kadar. Selanjutnya, serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah aquadest sebanyak 10 ml hingga larut. Hasilnya yaitu terbentuk larutan bening. Kemudian, larutan parasetamol tersbut ditambah 3 tetes FeCl3 Hasilnya yaitu terjadi perubahan warna larutan menjadi biru violet. Warna biru violet tersebut  diperoleh dari senyawa kompleks antara gugus fenol dengan ion logam Fe3+ sesuai reaksi :

Ar-OH (Fenol) + Fe3+ (logam besi3) àFe3+ [Ar-OH]
(kompleks Fenol-Fe3+) biru violet.
Analisis kuantiatif atau penentuan kadar parasetamol dilakukan dengan metode nitrimetri karena paracetamol memiliki gugus amin aromatis primer yang dapat dianalisis dengan baik dengan menggunakan metode ini. Metode nitrimetri merupakan metode pentapan kadar secara kuntitatif dengan menggunkan larutan baku natrium nitrit, yang didasarkan pada rekasi diazotasi yakni reaksi antara amin aromatic primer dengan asam nitrit dalam suasana asam membentuk garam diazonium. Namun karena asam nitrit tidak stabil dan mudah terurai, maka diganti dengan natrium nitrit.
Sebelum memulai titrasi, dilakukan terlebih dahulu pembakuan terhadap NaNO2  yang akan dipakai untuk titrasi dengan menggunakan asam sulfanilatPembakuan ini dilakukakn karena natrium nitrit termasuk larutan baku sekunder yang konsentrasinya mudah berubah-ubah sehingga tidak diketahui secara pasti. Tahapnya yaitu, asam sulfanilat yang ditimbang seksama lebih kurang 100 mg, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur. Natrium bikarbonat sebanyak 50 mg dan sedikit air ditambahkan dan diaduk hingga larut. Kemudian diencerkan dengan aquadest sebanyak 100 ml air, ditambahkan 2,5 ml HCl 1 N.
Campuran larutan dipipet sebanyak  10 ml ke dalam Erlenmeyer dan didinginkan hingga suhu tidak lebih dari 15°C dengan menggunakan es atau ditambah dengan 250 mg KBr lalu dititrasi pelan-pelan dengan larutan baku natrium nitrit 0,1 M hingga setetes larutan memberi warna biru pada pasta kanji-iodida. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Berdasarkan hasil pembakuan, dapat diketahui konsentrasi NaNOadalah sebesar 0,7 ml dan 0,8 ml dengan rata-rata 0,75 ml sehingga diperoler normalitasnya yaitu 0,079 M.
Selanjutnya, dilakukan proses penetapan kadar parasetamol dengan larutan natrium nitrit. Tahapnya, serbuk sampel ditimbang seksama setara dengan 250 mg parasetamol. Setelah ditimbang, kemudian dimasukan ke dalam erlemeyer 250 ml, kemudian ditambahkan HCl 4M sebanyak 30 ml. Fungsi penambahan HCL 4 M yaitu membuat suasana menjadi asam karena titrasi nitrimetri harus dilakuakan dalam suasan asam untuk mengubah NaNO2 menjadi HNO2- dan pembentukan garam diazonium.
Setelah penambahan HCl, larutan sampel di reflux selama 35 menit. Hal ini bertujuan untuk menghidrolisis parasetamol sehingga dihasilkan amin aromatis primer yang kemudian dapat bereaksi dengan asam nitrit sehingga terbentuk garam diazonium. Seharusnya proses refluks dilakukan selama 90 menit, namun dalam percobaan hanya dilakukan selama 35 menit. Hasil proses refluks, larutan berubah menjadi kuning kecoklatan. Kemudian larutan sampel didinginkan dan ditambahkan 10 ml aqua dan 10 ml HCl pekat untuk membuat larutan dalam keadaan asam berlebih dan membantu pembentukan asam nitrit yaitu agar tejadinya reaksi HCl dengan NaNO pada saat penambahan NaNO2.. Setelah itu, larutan analit dikocok dan didinginkan sampai suhu kurang dari 15°C sehingga digunakan penangas es.
Selanjutnya, dititrasi dengan natrium nitrit 0,1 M tetap pada suhu dibawah 15o C. Reaksi yang terjadi antara HCl dan NaNO2 adalah sebagai berikut :
NaNO2 + HCl → NaCl + HNO2
Ar- NH2 + HNO2 + HCl → Ar-N2Cl + H2O
Reaksi ini tidak stabil dalam suhu kamar, karena garam diazonium yang terbentuk mudah tergedradasi membentuk senyawa fenol dan gas nitrogen. Sehingga reaksi dilakukan pada suhu dibawah 15oC.  Reaksi dilakukan dibawah 15 oC, sebab pada suhu yang lebih tinggi garam diazonium akan terurai menjadi fenol dan nitrogen.
Titik akhir titrasi ditetapkan dengan menggunakan pasta kanji iodida yang telah dioleskan pada porselen. Titrasi dihentikan apabila warnanya telah berubah dari ungu menjadi biru kehijauan atau apabila setetes larutan akan segera memberikan warna biru pada kertas kanji iodida. Titik akhir tercapai apabila terbentuk warna biru seketika ketika pertama kali digoreskan dan didiamkan selama 2 menit, dan digoreskan lagi akan memberikan warna biru.
Titik ekivalensi atau titik akhir titrasi ditunjukan oleh perubahan warrna dari pasta kanji iodide sebagai indicator luar. Kelebihan asam nitrit terjadi karena senyawa fenil sudah bereaksi seluruhnya, kelebihan ini dapat berekasi dengan iodida yang ada dalam pasta kanji. Reaksi ini akan mengubah iodida menjadi iodine diikuti dengan perubahan warna menjadi biru. Kejadian ini dapat ditunjukkan setelah larutan didiamkan selama beberapa menit. Reaksi perubahan warna yang dijadikan indikator dalam titrasi ini adalah :
KI +HCl → KCl + HI
2 HI + 2 HONO → I2 + 2 NO + H2O
I2 + Kanji →  yod (biru)
Setelah titrasi, didapatkan volume akhirnya sebesar 9,65 dan 11,5 ml, dengan rata-rata 10,575 ml sehingga dapat dihitung kadar parasetamol dengan rumus sebagai berikut :
Dengan rumus tersebut, didapat kadarnya 126,28 mg atau 50,51%. Hasil ini tidak sesuai dengan rentang kadar parasetamol dalam FI IV karena menurut farmakope IV, sediaan tablet parasetamol mengandung 90-110% parasetamol dari yang tertera di label sediaan. Hal ini mungkin disebabkan oleh ketidaktepatan pengambilan analit untuk dioleskan ke indikator luar. Sensitifitas analit terhadap indicator bisa berubah-ubah sehingga kesalahan beberapa tetes saja bisa mempengaruhi penentuan kadarBisa juga disebabkan tidak sempurnanya pengadukan yang dilakukan sehingga NaNO2  tidak bereaksi secara maksimal dengan HCl dan mengakibatkan warna pada indicator cepat menjadi biru atau karena proses refluks yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sehingga kemungkinan proses terbentuknya garam diazonium tidak sempurna. Selain itu bisa juga disebabkan oleh kesalahan dalam pengamatan karena tidak mengetahui secara pasti titik akhir yang tepat. Bebapa faktor tersebut dapat memengaruhi penentuan kadar sampel parasetamol.

X.        Kesimpulan
Identifikasi parasetamol dapat dilakuakan dengan reaksi warna menggunakan FeClhingga membentuk warna biru violet. Sedangkan kadar parasetamol ditentukan dengan metode nitrimetri sehingga diperoleh kadarnya 126,28 mg atau 50,51%. Kadar tersebut tidak sesuai dengan yang tertera pada Farmakope Indonesia yaitu tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110% karena diakibatkan oleh beberapa faktor.


Read more: http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/2013/06/laporan-praktikum-analisis-kadar_4.html#ixzz3KSuPLcN5